Gambar kotoran
nasihathikmah19.blogspot.comAdapun benda-benda najis yang bisa menjadi suci ada 3, yaitu:
1. Khomer (minuman keras) jika menjadi cukak dengan sendirinya.
2. Kulit bangkai jika disamak.
3. Benda najis yang menjadi hewan.
Najis-najis ada 3, yaitu:
1. Najis mugholadhoh.
2. Najis mukhoffafah.
3. Najis mutawassithoh.
Najis mugholadhoh adalah najis anjing, babi dan peranakan dari salah satu aning dan babi. Najis mukhoffafah adalah kencingnya bayi laki-laki yang belum mengkonsumsi apapun selain susu dan belum mencapai usia 2 tahun. Najis mutawassithoh adalah sisa najis yang lain.
Najis mugholadhoh bisa suci dengan tujuh basuan setelah menghilangkan najisnya, salah satu tujuh basuhan tersebut adalah dengan debu.
Najis mukhoffafah bisa suci dengan mencipratkan air diatas najis melebihi dari ukuran najis dan menghilangkan najisnya.
Najis mutawassithoh terbagi menjadi dua, yaitu: najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah. Najis ‘ainiyah adalah najis yang terdapat warna, bau dan rasa. Maka harus menghilangkan warna, bau dan rasa najisnya. Adapun najis hukmiyah adalah najis yang tidak terdapat warna, bau dan rasa. Kamu cukup mengalirkan air diatas najis tersebut.
Pembahasan
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa najis terbagi menjadi tiga; najis mugholadhoh, najis mukhoffafah dan najis mutawassithoh. Masing-masing dari setiap najis tersebut memiliki tata-cara untuk mensucikannya. Sehingga antara satu dan yang lainnya berbeda dalam mensucikannya. Adapun cara mensucikan najis adalah sebagai berikut:
1. Najis mugoladhoh
Najis mugholadhoh adalah najis yang sangat berat dibandingkan dengan najis-najis yang lainnya. Sehingga cara mensucikan benda-benda yang terkena najis mugholadhoh juga lebih berat.
Sesuatu benda yang terkena najis mugholadhoh bisa suci dengan tujuh kali basuhan. Dan salah satunya adalah dengan debu yang sah untuk bertayammum. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الْإِنَاءِ فَاغْسِلُوْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Jika anjing menjilat dalam wadah, maka basuhlah sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.”
Diperbolehkan meletakan basuhan dengan debu pada basuhan ke berapa saja; pertama, tengah atau terakhir. Namun lebih utama meletakannya pada basuhan yang pertama. Hal ini supaya ketika ada bagian yang menyiprat mengenai benda lain tidak perlu membasuh menggunakan debu lagi, tetapi hanya perlu membasuh sebanyak basuhan yang tersisa dari basuhan najis mugholadhoh yang pertama.
Akan tetapi, jika ada bagian najis yang menciprat mengenai benda yang lain sebelum dibasuh dengan debu, maka diperlukan membasuh dengan debu juga pada bagian yang terkena cipratan najis mugholadhoh tersebut.
Contoh: Tangan seseorang terkena najis mugholadhoh, kemudian ketika sedang membersihkan najis tersebut ada bagian air basuhan yang mengenai kaki, misalnya. Maka dikarenakan najis mugholadhoh yang berada di tangan belum dibasuh dengan debu, sehingga wajib juga membasuh dengan debu pada kaki yang terkena cipratan najis mugholadhoh.
Seandainya tangan tersebut sebelumnya telah dibasuh dengan debu kemudian ada bagian air basuhan yang menciprat ke kaki, maka kaki tidak perlu membasuh dengan debu lagi. Yang wajib hanya membasuh sebanyak sisa basuhan pada tangan.
Tujuh basuhan ini dihitung setelah basuhan pertama menghilangkan najis dan sifat-sifat najis. Jika basuhan pertama atau berikutnya belum menghilangkan najis dan sifat-sifatnya, maka belum dihitung satu meskipun basuhan telah mencapai tujuh kali siraman. Ketika basuhan ke berapapun dapat menghilangkan najis, maka basuhan tersebut baru dihitung satu basuhan dan tinggal menambahi enam basuhan lagi.
Tambahan
Cara-cara mensucikan najis mugholadhoh:
1. Mencampur air dengan debu sampai air berubah menjadi keruh, kemudian digunakan untuk membasuh benda yang terkena najis mugholadhoh hingga tujuh kali. Dan basuhan ini adalah basuhan yang paling utama dalam mensucikan najis mugholadhoh.
2. Meletakan debu diatas benda yang terkena najis mugholadhoh, kemudian menuangkan air diatasnya hingga tujuh kali.
3. Menuangkan air diatas benda yang terkena najis, kemudian meletakan debu diatas temapt yang terkena najis.
Permasalahan
Jika tanah atau debu terkena najis mugholadhoh, perlukan menambah debu untuk mensucikannya?
Jawab: tidak diperlukan tambahan debu untuk mensucikannya.
2. Najis mukhoffafah
Cara mensucikan tempat atau benda yang terkena najis mukhoffafah adalah dengan menyiramkan air diatasnya dengan syarat air lebih banyak dari najis mukhoffafah tersebut, sekiranya semua najis tersebut tersiram oleh air.
Tetapi sebelum najis disiram dengan air, najis dan sifat-sifatnya harus dihilangkan terlebih dahulu. Dengan cara diperas atau dikeringkan sehingga tidak ada najis yang menetes.
Dalam hadist yang diriwayatkan dari Ummu Qais bahwa Ummu Qais datang membawa bayi laki-lakinya yang belum memakan makanan. Maka Rasulullah mendudukannya dipangkuan beliau, kemudian bayi tersebut kencing. Maka Rasulullah meminta air dan mencipratkannya diatas najis dan tidak membasuhnya.
3. Najis mutawassithah
Najis mutawassithah terbagi menjadi dua, yaitu najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah. Najis ‘ainiyah adalah najis yang bisa dirasakan keberadaanya dengan menyentuh, melihat (warnanya), merasakan (rasanya), mencium (baunya). Sedang najis hukmiyah adalah najis yang tidak bisa diketahui sifat-sifatnya, tidak berwarna, berbau dan berasa.
Sesuatu yang terkena najis ‘ainiyah, maka bisa suci dengan menghilangkan semua sifat-sifatnya (bau, warna dan rasa). Jika sifat-sifat tersebut belum hilang, maka masih dihukumi najis.
Tetapi ketika sulit untuk menghilangkan warna atau bau, sekiranya bau atau warna tersebut tidak bisa hilang setelah membasuhnya hingga tiga kali dengan dikucek, diperas dan dengan sabun, maka hukumnya telah suci.
Namun, jika masih tersisa rasa atau masih ada dua sifat najis yaitu warna dan bau, maka tetap wajib dibersihkan sekiranya sampai batasan tidak bisa hilang kecuali dengan dipotong. Jika demikian maka hukumnya dimaafkan. Ketika suatu saatmampu menghilangkannya maka wajib untuk menghilangkannya kembali. hanya saja shalat yang dikerjakan dengannya tidak wajib diulangi.
Adapun benda yang terkena najis hukmiyah maka cara mensucikannya adalah dengan mengalirkan air diatasnya sekali saja.
Tambahan
1. Dalam membersihkan najis ‘ainiyah, jika najis bisa hilang dengan dengan satu kali basuhan, maka dianggap cukup tetapi disunnahkan untuk menambahi basuhan yang kedua dan ketiga.
2. Ketika mensucikan najis dibantu dengan sabun, namun setelah semua sifat najis hilang ternyata masih tersisa bau sabun. Maka menurut sebagian ulama, tempat yang terkena najis dan telah dibasuh tersebut telah suci. Akan tetapi menurut ulama’ yang lain mengatakan bahwa tempat yang terkena najis dan masih terdapat bau sabun belum dihukumi suci, sehingga perlu dibasuh kembali sampai hilang bau sabunnya.
0 Komentar